Rabu, 29 April 2015

PERBATASAN DI INDONESIA

Indonesia  merupakan  Negara  kepulauan  dengan  garis  pantai  sekitar 81.900 kilometer, memiliki  wilayah  perbatasan  dengan  banyak  Negara  baik  perbatasan  darat (kontinen)  maupun  laut (maritim). Batas darat wilayah  Republik Indonesia berbatasan langsung dengan  negara-negara Malaysia, Papua  New Guinea (PNG) dan Timor Leste. Perbatasan  darat  Indonesia  tersebar  di tiga pulau, empat Provinsi  dan 15 kabupaten/kota  yang  masing-masing  memiliki  karakteristik  perbatasan  yang  berbeda-beda.  Demikian  pula  Negara  tetangga  yang  berbatasannya  baik bila ditinjau  dari segi  kondisi  sosial, ekonomi, politik maupun  budayanya. Sedangkan  wilayah  laut Indonesia  berbatasan  dengan  10 negara, yaitu  India, Malaysia, Singapura, Thailand, Vietnam, Filipina, Republik Palau, Australia, Timor Leste dan  Papua Nugini (PNG). Wilayah  perbatasan  laut  pada  umumnya  berupa  pulau-pulau  terluar  yang jumlahnya  92  pulau  dan  termasuk  pulau-pulau  kecil.  Beberapa  diantaranya  masih  perlu penataan  dan  pengelolaan  yang  lebih  intensif  karena  mempunyai  kecenderungan permasalahan  dengan  Negara  tetangga.
Peraturan  Presiden  Nomor 7 Tahun 2005  tentang  Rencana  Pembangunan  Jangka  Menengah Nasional (RPJM-Nasional 2004-2009)  telah  menetapkan  arah  dan  pengembangan  wilayah Perbatasan  Negara sebagai  salah  satu  program  prioritas  pembangunan  nasional . Pembangunan  wilayah  perbatasan  memiliki  keterkaitan  yang  sangat  erat  dengan  misi pembangunan  nasional,  terutama  untuk  menjamin  keutuhan  dan  kedaulatan  wilayah ,  pertahanan  keamanan  nasional , serta  meningkatkan  kesejahteraan  rakyat di wilayah perbatasan.  Paradigma baru, pengembangan wilayah-wilayah perbatasan adalah dengan mengubah arah kebijakan pembangunan yang selama ini cenderung berorientasi “inward looking†, menjadi “outward looking† sehingga wilayah tersebut dapat dimanfaatkan sebagai pintu gerbang aktivitas ekonomi dan perdagangan dengan negara tetangga. Pendekatan pembangunan wilayah Perbatasan Negara menggunakan pendekatan kesejahteraan (prosperity approach) dengan tidak meninggalkan pendekatan keamanan (security approach). Sedangkan program pengembangan wilayah perbatasan (RPJM Nasional 2004-2009), bertujuan untuk : (a) menjaga keutuhan wilayah NKRI melalui penetapan hak kedaulatan NKRI yang dijamin oleh Hukum Internasional; (b) meningkatkan kesejahteraan masyarakat setempat dengan menggali potensi ekonomi, sosial dan budaya serta keuntungan lokasi geografis yang sangat strategis untuk berhubungan dengan negara tetangga. Disamping itu permasalahan perbatasan juga dihadapkan pada permasalahan keamanan seperti separatisme dan maraknya kegiatan-kegiatan ilegal.
Peraturan Presiden Nomor 39 Tahun 2005 tentang  Rencana Kerja Pemerintah Tahun 2006 (RKP 2006) telah pula menempatkan pembangunan wilayah perbatasan sebagai prioritas pertama dalam mengurangi disparitas pembangunan antarwilayah, dengan program-program antara lain : Percepatan pembangunan prasarana dan sarana di wilayah perbatasan, pulau-pulau kecil terisolir melalui kegiatan :
(i)                 pengarusutamaan DAK untuk wilayah perbatasan, terkait dengan pendidikan, kesehatan, kelautan dan perikanan, irigási, dan transportasi,
(ii)                penerapan skim kewajiban layanan publik dan keperintisan untuk transportasi dan kewajiban layanan untuk telekomunikasi serta listrik pedesaan; 
Pengembangan ekonomi di wilayah Perbatasan Negara; 
Peningkatan keamanan dan kelancaran lalu lintas orang dan barang di wilayah perbatasan, melalui kegiatan :
(i)                             penetapan garis batas negara dan garis batas administratif,
(ii)                           peningkatan penyediaan fasilitas kapabeanan, keimigrasian, karantina, komunikasi, informasi, dan pertahanan di wilayah Perbatasan Negara (CIQS); Peningkatan kapasitas kelembagaan pemerintah daerah yang secara adminstratif terletak di wilayah Perbatasan Negara.
Komitmen pemerintah melalui kedua produk hukum ini pada kenyataannya belum dapat dilaksanakan sebagaimana mestinya karena beberapa faktor yang saling terkait, mulai dari segi politik, hukum, kelembagaan, sumberdaya, koordinasi, dan faktor lainnya.
Sebagian besar wilayah perbatasan di Indonesia masih merupakan daerah tertinggal dengan sarana dan prasarana sosial dan ekonomi yang masih sangat terbatas. Pandangan dimasa lalu bahwa daerah perbatasan merupakan wilayah yang perlu diawasi secara ketat karena menjadi tempat persembunyian para pemberontak telah menjadikan paradigma pembangunan perbatasan lebih mengutamakan pada pendekatan keamanan dari pada kesejahteraan.  Sebagai wilayah perbatasan di beberapa daerah menjadi tidak tersentuh oleh dinamika sehingga pembangunan dan masyarakatnya pada umumnya miskin dan banyak yang berorientasi kepada negara tetangga. Di lain pihak, salah satu negara tetangga yaitu Malaysia, telah membangun pusat-pusat pertumbuhan dan koridor perbatasannya melalui berbagai kegiatan ekonomi dan perdagangan yang telah memberikan keuntungan bagi pemerintah maupun masyarakatnya.  Demikian juga Timor Leste, tidak tertutup kemungkinan dimasa mendatang dalam waktu yang relatif singkat, melalui pemanfaatan dukungan internasional, akan menjadi negara yang berkembang pesat, sehingga jika tidak diantisipasi provinsi NTT yang ada di perbatasan dengan negara tersebut akan tetap tertinggal.
Dengan berlakunya perdagangan bebas baik ASEAN maupun internasional serta kesepakatan serta kerjasama ekonomi baik regional maupun bilateral, maka peluang ekonomi di beberapa wilayah perbatasan darat maupun laut menjadi lebih terbuka dan perlu menjadi pertimbangan dalam upaya pengembangan wilayah tersebut.  Kerjasama sub-regional seperti AFTA (Asean Free Trade Area), IMS-GT (Indonesia Malaysia Singapura Growth Triangle), IMT-GT (Indonesia Malaysia Thailand Growth Triangle), BIMP-EAGA (Brunei, Indonesia, Malaysia, Philipina-East Asian Growth Area) dan AIDA (Australia Indonesia Development Area) perlu dimanfaatkan secara optimal sehingga memberikan keuntungan kedua belah pihak secara seimbang. Untuk melaksanakan berbagai kerjasama ekonomi internasional dan sub-regional tersebut Indonesia perlu menyiapkan berbagai kebijakan dan langkah serta program pembangunan yang menyeluruh dan terpadu sehingga Indonesia tidak akan tertinggal dari negara-negara tetangga yang menyebabkan sumberdaya alam yang tersedia terutama di wilayah perbatasan akan tersedot keluar tanpa memberikan keuntungan bagai masyarakat dan pemerintah.  Sarana dan prasarana ekonomi dan sosial yang dibutuhkan dalam rangka pelaksanaan kerjasama bilateral dan sub-regional perlu disiapkan. Penyediaan sarana dan prasarana ini tentunya membutuhkan biaya yang sangat besar, oleh karena itu diperlukan penentuan prioritas baik lokasi maupun waktu pelaksanaannya.
Rencana Induk Pengelolaan Perbatasan ini diharapkan dapat memberikan prinsip-prinsip pengembangan wilayah Perbatasan Negara sesuai dengan karakteristik fungsionalnya untuk mengejar ketertinggalan dari daerah di sekitarnya yang lebih berkembang ataupun untuk mensinergikan dengan perkembangan negara tetangga. Selain itu, kebijakan dan strategi ini nantinya juga ditujukan untuk menjaga atau mengamankan wilayah Perbatasan Negara dari upaya-upaya eksploitasi sumberdaya alam yang berlebihan, baik yang dilakukan oleh masyarakat maupun yang dilakukan dengan dorongan kepentingan negara tetangga, sehingga kegiatan ekonomi dapat dilakukan secara lebih selektif dan optimal.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar